Sabtu, 19 Agustus 2017

Kian dan Maura.

Aku punya sedikit cerita disini, yang akan aku balut rapi-rapi agar orang yang bersangkutan tidak akan menyadarinya kalau dia sudah masuk dalam bahan tulisanku. Oke, kita mulai.
Sebut saja nama si perempuan adalah Maura dan si pria adalah Kian.

Aku bahkan nggak pernah tau kalau mereka bisa berakhir seperti sekarang. Sampai tiba saatnya dimana waktu membiarkan mereka bertaut muka disuatu tempat yang padahal banyak banget orang berlalu-lalang.
Tebak, apa? Kereta.
Maura mengenal Kian hanya atas dasar Kian adalah temannya teman Maura. Pernah bertemu beberapa kali namun tidak akrab, bahkan untuk saling basa-basi membuka omongan-pun tidak.
"Kian? Benerkan Kian?" Hal yang pertama kali Maura ucapkan sambil mengangkat telunjuknya kearah wajah Kian. Yang saat ini Kian berdiri tepat di depannya duduk. Kian nggak kebagian tempat duduk dikereta, jadi, dengan sangat kebetulan, Kian berdiri tepat di depan Maura duduk saat ini.
Kian hanya tersenyum membalas sapaan singkat Maura. Maura berdiri, bukannya sengaja ingin berdekatan dengan Kian namun mungkin stasiun tempat yang ia tuju hampir sampai.
"Lo kemana? Gue duluan yaa" Lagi-lagi Kian hanya tersenyum dan nggak membalas basa-basi Maura.

Hanya sekecil basa-basi yang terjadi dalam beberapa detik dikereta tersebutlah yang bisa mengubah perasaan Kian pada Maura. Tapi saat ini Kian nggak sadar sama apa yang akan terjadi esok.

Maura benar-benar nggak nyangka kalau saat ini ia sedang duduk disebelah Kian!!! Hanya karena temannya, Chindy, mengajak teman yang kenal dengan Kian itu. 
Canggung.

Tapi akhirnya Kian nggak mau cuma sebagai "nemenin temannya untuk bertemu dengan Chindy" akhirnya Kian buka suara basa-basi nanya sama Maura, tentunya, tentang pertemuannya kemarin sore di kereta. 
Nggak sampai setengah jam, sepertinya sudah bisa dilihat Maura ada "kenyambungan" dengan Kian. -Pun sebaliknya.

Akhirnya hanya dalam waktu beberapa minggu, Kian dan Maura udah lengket banget. Sayangnya bukan, bukan sebagai pasangan kekasih. Hanya hubungan mereka masih pada tahap satu, Teman. Hanya sebagai teman. Karena Kianpun tau, Maura memang sudah mempunyai seseorang yang mungkin Maura sendiri anggap berarti baginya. Maura sudah mempunyai kekasih sejak satu setengah tahun lalu. Sekarang umur hubungan Maura dengan kekasihnya beranjak dua puluh bulan. Tapi senangnya, Kian turut berbahagia, ya mungkin itulah yang terlihat dimata orang lain.

Setiap Maura terbelit masalah dengan kekasihnya, Kianlah yang selalu Maura cari. Sampai ketika kekasih Maura berulang tahun, tetap Kian yang Maura cari.
"Kian, bantuin gue cari kado buat Dery yuk. Gue bingung mau kasih apa, lo kan cowok, jadi pasti tau apa kebutuhan cowok pada umumnya"
Kian nggak pernah nolak ajakan Maura, satupun ajakan Maura bahkan yang tersulitpun, seperti minta temenin makan-makanan yang pedas, selalu Kian jabanin!
Kian bilang, Dery lebih cocok di kadoin sepatu aja untuk tahun ini. Bahkan ukuran kakinya pun pakai kaki Kian. Kian senang rasanya kalau melihat Maura, temenannya ini senang.
Namun, ulangtahun kekasih Maura nggak seindah ekspetasi yang Maura bayangkan. Dery benar-benar marah sama Maura. Dari pagi Maura nggak ada kabar, bahkan sekalinya pun datang dia dengan Kian, mau bagaimanapun mau menjelaskan, Dery tetap muak.
Kian sampai nggak tau harus berbuat apa, karena Kian sama sekali nggak mau masuk dikehidupan percintaan mereka, bahkan Kian sama sekali nggak punya maksud buat ganggu hubungan mereka. Sama sekali nggak pernah tersirat difikiran Kian.

Maura terus menangis sambil memegang handphone dengan tangan yang gemetaran. Kian berada disampingnya yang nggak bisa berbuat apapun.
"Gue udah jelasin semuanya Ki ke Dery kalau lo tuh cuma bantu gue, tapi kenapa dia sama sekali gamau denger gue sih Ki."
"Bahkan dia jalan sama temen-temen kampusnya yang dominan perempuan gue nggak pernah larang kok Ki. Ini kan gue minta tolong sama lo, bukan yang kita jalan berduaan makan dll, kita kalau jalan juga nggak pernah bener-bener beduaan kan."
Kian cuma bisa megangi pundak Maura saat ini. Kian ingin memeluk Maura dengan erat, tapi dalam hati kecil Kian, ada yang berdegup lebih kencang ketibang tarikan nafas lewat hidungnya. Kian mengurungi niatnya untuk memeluk Maura.

Maura masih menangis. Bukan karena hubungannya yang telah kandas dengan Dery, melaikan sikap Dery yang rasanya tidak melihat sisi baik Maura. Maura menyesali apa yang telah ia mulai selama satu setengah tahun lebih ini bersama Dery.
"Dia cuma gak bisa memperlakukan lo dengan baik, Ra.. Nanti pasti kalian bakalan baik-baik lagi kok." 
Kian berusaha nenangin Maura. Kali ini, Maura yang duluan meluk Kian dengan sangat-sangat erat. Kian mulai merasakan sekujur tubuhnya kayak kebakar api, Kian ngerasa, mungkin kalau dia adalah Marshmellow, dia udah memeleh dengan lengketnya di seluruh tubuh Maura!

"Ki..." Maura berbisik lirih di telinga Kian, Kian nggak kuasa buat ngejawab, jadi Kian cuma bisa menunggu lanjutan kata-kata dari Maura.
Namun ternyata, Maura nggak bisa melanjutkan kata-katanya. Seperti ada sebuah biji salak yang tengah tersangkut di kerongkongannya sehingga ia sulit melanjutkan kata-katanya.
***

Dari sini, aku bisa menilai bahwasannya hati mereka tengah bertaut. Namun mereka masih menguburnya dalam-dalam, barangkali akan membuat satu sama lain terbebani.
Aku tersenyum pada orang yang berada didepanku, yang tengah bercerita tentang pertama kali ia merasakan gejolak cintanya pada Maura, Kian.
"Lo tau kan, gue jalan sama Maura aja jarang banget. Itupun gak pernah berduaan banget, cuma waktu gue bantu dia pilih kado buat Dery aja. Gue sendiri nggak tau kenapa pas dia meluk gue, kayak ada sesuatu yang mau mencuat menerobos keluar dari jantung gue."
Aku hampir mau tertawa mendengar Kian bercerita dengan wajah yang sangat-sangat serius. Karena----- kau tau, Kian bukanlah orang yang bisa diajak berbicara serius. Apalagi pembahasannya tentang "Cinta". Tapi aku menahan tawaku dalam-dalam, nggak enak melihat wajah Kian yang menunggu diberi jawaban, apakah aku punya solusi tentang apa yang tengah ia rasakan.
"Menurut gue, dari awal lo bertemu dengan Maura, Maura udah bisa menerobos masuk dihidup lo. Mempengaruhi lo tanpa lo sendiri sadar."
Aku menambahkan, alasan aku mengatakan hal itu adalah, karena Kian sendiri yang bercerita bahwasannya ia tidak pernah menolak setiap ajakan Maura, tidak pernah berkata tidak untuk setiap pertanyaan yang dilontarkan Maura.
***

"Kian!" Maura merambat tangan Kian yang tengah berjalan sendirian di koridor kampus. Kian melihat wajah Maura yang sumringah disampingnya.
"Ada apa nih, Tuan Puteri? Berseri-seri banget?"
Kian menggoda. Maura menceritakan bahwasannya Dery meminta maaf padanya, telah terjadi kesalah pahaman saat Dery berulang tahun.
"Ho... Bagus dong?" Sahut Kian. Kian menyampaikan pada Maura, "Jangan berantem-berantem terus ya, apa lagi gara-gara gue. Gue yang repot nantinya, lo nangis larinya ke gue, pacar lo ultah yang diribetin gue."
"Lo gak ikhlas nih ya?" Maura mangut-mangut sambil mencubit lengan Kian. Kian lega, akhirnya temannya bisa berbaikan dengan kekasihnya.
Namun, kesedihan dimuka Kian tak nampak. Melaikan perasaan dihatinya seperti ada yang menggores perlahan, tidak begitu sakit, tapi cukup bikin ngilu. Kian mencoba mengabaikannya.

Kian malang. Ia menaruh perasaan pada temannya yang sudah mempunyai kekasih. Namun tetap tak ia rasakan, bahkan takan pernah ia biarkan perasaan itu mendongkrak keluar dari batasnya. Tetapi ia tetap tidak mengerti, darimana asalnya, dan kapan perasaan itu muncul. Bagaimana bisa, kenapa, dan dia masih bertanya, apakah perasaannya nyata? Kian tetap nggak tau jawabannya, bahkan Kian nggak mau susah-susah mencari jawabannya.

Nggak mencari tau jawabannya nggak bisa bikin Kian hidup damai. Bahkan saat waktu tidurpun Kian masih nggak paham. Kenapa dia bisa punya secuil perasaan sama temannya yang sudah punya kekasih? Kenapa nggak sama Chindy, temannya Maura yang sudah lama menjomblo selama dua tahun? Kenapa juga nggak sama Arianti, teman kampusnya yang dipuja-puja banyak pria di kampus? Kenapa harus Maura? Perempuan, teman----- yang sudah punya kekasih?
***

Kian bilang padaku, kalau dia nggak sering-sering jalan dengan Maura. Bahkan untuk saling menyapa di Aplikasi Chattingan, pun nggak sering kalau tidak memang benar-benar penting.
Sudah jam 9 malam, Kian yang tengah bercerita tentang masa lalunya, mendengus melihat jam tangan miliknya.
"Gue balik dulu ya, nanti dilain hari gue lanjut lagi ceritain Maura sama lo. Masih panjang banget. Gue harap lo nggak bosen kalau gue cerita tentang dia."
Kian memakai sepatunya, dan bergegas pamit dengan sepeda motornya. Ditelan oleh jalanan depan rumahku, dia mengendarai sepeda motornya.


*to be continued*

0 comments:

Posting Komentar

 

Deshious :) Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang