Jumat, 18 Juli 2014

Airmata Kerinduan.



ini airmata pertama, yang saya jatuhkan untukmu. rasanya terlambat memang menyadari bahwa kamulah yang saya cintai.
saya menangis karena tak kuat menahan rindu. tak kuat memendam sendirian rasa cinta yang sebenarnya menggebu-gebu
, yang ada di lorong hati kecil saya yang paling dalam.
untuk pertama kalinya, saya terlambat menyadari kalau saya sebenarnya mencintai kamu.
sejak kapan rasa itu muncul? saya-pun tidak tau. bahkan untuk menyadarinya pun sama sekali tidak.


saya tidak meminta kepada Tuhan agar saya mencintaimu. saya tidak meminta Tuhan agar kamu tau rasa cinta ini. saya tidak meminta Tuhan agar kamu membalas cinta saya juga.
tapi saya bingung. sungguh bingung. saya dirundung perasaan yang aneh. seharusnya naluri saya ini tidak seperti sekarang. ini bukan saya yang seperti biasanya.
kenapa saya terlambat menyadarinya? kata orang disekeliling saya, saya ini labil. saya labil? saya sama sekali tak pernah ingin mencintai kamu! perasaan itu muncul tanpa saya ketahui, tanpa saya inginkan, perasaan itu muncul tanpa saya pinta. perasaan itu terus merobek celah celah saraf yang ada disekitar tubuh saya. memakan sel-sel tubuh saya disetiap detik berdetak. kadang ia terhenti, kadang terus mengalir.


dimalam ini, malam yang dingin diselimuti rintik hujan ini.. saya menangis dibawahnya. berharap tak ada satupun orang yang mengetahui tangisan saya yang telah di manipulasikan oleh rintik air hujan. bahkan, sampai hujan itu-pun berhenti.. saya masih menangis dalam lamunan saya sendiri. saya masih tertunduk ketika pulang dan merebahkan diri dirumah.

pernahkah kalian rasakan?
rasanya rindu yang cukup amat dalam kepada seseorang yang mungkin kalian sendiri tau kalau kalian tidak bisa menggapainya?


apa rasanya? hahahaha konyol bukan?! sudah tau kalian tak akan mungkin bisa menggenggamnya, tapi masih saja kalian rela buang-buang airmata, waktu dan tenaga untuk menangisinya serta memikirkannya.


dimalam ini pula, saya berharap kamu menyapa saya. entah lewat mana saja yang penting kamu menyapa saya dan kita bisa berbincang seperti apa yang saya harapkan saat ini.
ah... rasanya sangat tidak mungkin. bodohnya saya ini masih saja mengkhayal. 2014 masih saja mengkhayal!


Tapi.. saya sungguh rindu..
Saya kangen, tapi
tidak tau harus melampiaskannya seperti apa. tak tau harus bercerita dan mengadu kemana.
tolong hentikan rasa sakit yang saya rasakan sekarang ini. tolong hentikan airmata pertama yang khusus untukmu ini. dan tolong jangan membuat saya mengkhayal yang tidak tidak tentang mu lagi.
saya mohon...


berhenti bermain-main diatas kepala saya. berhenti sebagai benalu yang hinggap di punggung saya. berhenti sebagai magician yang mengendalikan pikiran saya. berhenti menjadikan saya sebagai bahan keisenganmu.
YA.. dulu saya memang tak pernah mengeluh tentang ini. karena saya tak merasa dirugikan sama sekali. tapi saya terlambat menyadarinya bahwa saya mencintaimu. saya memang mencintaimu, dalam alam bawah sadar saya, kamu adalah seseorang yang ingin saya genggam. saya tidak bisa memungkiri serta berbohong lagi, saya sayang kamu. saya kangen kamu.


hujan berhenti..
saatnya saya-pun menghentikan tangisan saya pada malam ini. saya rindu ketika kamu menyapa saya kembali. saya rindu kebersamaan kita yang dulu.
saya rindu ketika kamu marah karena saya yang memiliki sifat pelupa. saya rindu ketika kamu tak mau menghubungi saya lagi karena saya telat makan. saya rindu cerocosanmu itu.
Saya rindu akan hal-hal kecil selalu kita ributkan bersama-sama. saya rindu..
 

oh... tolong tolong.....
jangan menangis lagi
Deska..
hujan telah berenti! hentikan juga tangismu.


andai kamu udara, yang bisa saya hirup disetiap harinya😢
kapan kerinduan ini berakhir?
saya tidak tau..


pendam rasa.

betapa tidak enaknya, ya? :)

kamu sangat pandai membuat saya menangis seperti ini, hanya karena embel-embel sederhana yang disebut dengan "kangen". biasanya, saya tidak menangis dalam hal percintaan seperti sekarang ini.

Hah..

sudah lama kita tak saling sapa. apa kabar kamu malam ini? mengingat semua kejadian konyol kita, rasanya membuat kerinduan yang saya pendam ini semakin tak tertahan untuk saya utarakan kepada kamu.
tapi nyali saya terlalu ciut, menyapa kamu terlebih dahulu-pun rasanya tak berani. takut terjadi respons yang tidak saya inginkan
dan semakin membuat saya merasa terpuruk melebihi malam ini.

Mungkin, semua ini terlalu mudah untuk dilupakan bagimu. tapi tidak bagi saya yang terlambat menyadari rasa ini.
dan.. setelah memutuskan dan menimbang. sekali lagi, saya kangen kamu.


ah, yang selalu saya ingin tanyakan adalah;
adakah obat rindu selain pertemuan?
bisakah kamu menjawabnya?


saya sudah berusaha sebisa mungkin dan sekuat tenaga saya.. sesering mungkin, saya selalu membawa namamu dalam percakapan panjang saya dengan Tuhan.

namun.. kalau Tuhan tetap mengatakan tidak? saya bisa apa.
menentangnya? sangat tidak mungkin.
satu hal yang harus saya dan kamu ingat, kita terlalu berbeda. dalam banyak hal, kita terlalu berbeda. sehingga menimbulkan protes dari banyak berbagai pihak.
hati saya mulai lesu mengingatnya..


apa bintang yang sedang bergantung dilangit sana, yang mulai bermunculan setelah terjadinya insiden air hujan yang turun tadi, sudah menyampaikan pesan dari saya untuk diberi tahukan kepadamu? belum, ya?
Sudah saya duga, bintang pun berkata tidak..

hujan telah berhenti.
saya harap... besok malam tidak kembali turun hujan lagi seperti malam ini.

Kamis, 17 Juli 2014

Pertemuan Kita..

Hai Gadis.
Awal aku mengenalmu, aku tau kau adalah tumbuhan langka yang berkembang biak dengan cara merayap dan sungguh cepat.
Kau akan tumbuh disela-sela pohon yang sangat besar dan kau akan merasa nyaman pada batang pohon besar itu.
Aku-lah pohonnya, dan kau tumbuhan itu.

Hai Gadis.
Sejak berbincang denganmu melalu pesan singkat---- BBM, aku mulai merasa takut.
Takut kalau keisengan-ku ini akan berakhir menjadi keseriusan yang amat sangat dalam.
Takut kalau aku nantinya akan terus memintamu tumbuh di sela-sela ranting tubuhku, dan terpenuhi oleh bunga-bunga manis itu.
Takut kalau setiap malamnya aku tak bisa tidur tanpa menunggumu terlelap terlebih dahulu.
Takut kebiasaan itu akan terus tumbuh dan berkembang bersamamu.

Gadis,
Sejak awal pertemuan kita. Aku tau kalau kau adalah wanita yang sangat dicintai oleh sahabatku.
Sejak awal pertemuan kita. Aku tau hal apa yang sangat mengganggu benakku.
Sejak awal pertemuan kita. Aku menemukan satu cahaya yang mungkin sebab dari sahabatku amat mencintaimu hingga saat ini.
Sejak awal pertemuan kita. Tak terhingga debar jantungku berdetak lebih hebat dari batas kewajaran.
Sejak awal pertemuan kita. Tak tau aku harus menatap matamu atau terus ku tundukkan kepalaku.
Sejak awal pertemuan kita. Aku tau bahwa ini adalah hal yang salah.
Sangat salah.

Gadis..
Tau-kah kamu apa yang dikatakan oleh sahabat baikku yang sudah aku anggap seperti saudaraku sendiri?
Tiga bulan lalu sebelum aku mengenal dekat denganmu, sahabatku selalu bercerita tentangmu.
Bercerita tentang cintanya yang sepertinya dibalas oleh-mu.
Bercerita tentang indahnya suaramu ketika kau bernyanyi untuk sahabatku.
Bercerita tentang betapa sulitnya sahabatku mengakui kalau dia sangat mencintaimu.
Bercerita tentang betapa menyesalnya dia ketika kamu tiba-tiba pergi karena lelah menunggunya.
Bercerita tentang betapa terpukulnya sahabatku setelah mendengar kamu lebih memilih laki-laki yang baru.
Bercerita tentang betapa dia tak mudahnya melupakanmu, tapi dia sangat ingin kamu hilang dari ingatannya.
Bercerita bahwa dia senang sekali ketika mendengar kamu mengakhiri hubunganmu dengan laki-laki itu.
Bercerita kalau kini dia sudah mulai menganggapmu sebagai teman.
Aku tau saat itu dia hanyalah bohong.

Gadis yang kini mulai meracuni otakku,
Sekarang sahabatku tau kalau kini aku sedang dimabukkan olehmu.
Sahabatku tau betapa sulitnya menggenggam-mu.
Sahabatku tau betapa mudahnya mencintai kamu.
Sahabatku tau betapa cepatnya kamu menguras pikiranku.
Sahabatku bilang, itu yang ia rasakan ketika jatuh cinta padamu.

Aku bisa apa.
Aku harus mengambil tindakan yang bagaimana?
Aku harus diam atau harus terus berjalan meraih apa yang hatiku inginkan?
Atau aku harus mengikuti apa yang diinginkan logika ku?
Tapi aku yakin, aku tak akan bahagia.

Aku mencintai Gadis, yang sangat dicintai oleh sahabatku.
Aku mencintai Gadis, yang sangat ingin diraih oleh sahabatku.
Aku mencintai Gadis, yang selalu diceritakan oleh sahabatku.
Aku ini sahabat yang macam apa?

Gadis,
Perlu kau ketahui betapa mudahnya kau meracuni pikiran kami berdua.
Aku mencintaimu, sebagaimana sahabatku mencintaimu juga.

Menjelang tiga bulan kedekatan kita,
Sahabatku mulai terlihat kecemburuannya.
Sahabatku mulai muak denganku, betapa pengkhianatnya aku, 
walau dia tak mengatakannya lewat mulutnya sendiri. Tapi aku tau itu.
Sahabatku selalu menanyai kondisimu lewat aku.
Sahabatku selalu mengatakan betapa tak bolehnya sedikitpun aku menyakiti hatimu.
Sampai sahabatku bilang,

" Masih deket sama dia nggak? Masih suka BBM-an kan? Kalau sayang mah kejar aja, dapetin jangan sampe menyerah dan berujung jadinya kayak gue. Jagain dia, jangan pernah sakitin dia. Bagi gue, dia itu tetap cewek yang gue sayang. Walau dia nggak pernah tau itu. Itu kesalahan gue yang selalu menunda.. Lo jangan kayak gitu ya. Kalau sayang, kejar. Dapetin. "

 Satu detik kemudian, aku mulai bimbang.
Satu detik kemudian, aku mulai bisa merasakan betapa sakitnya dikhianati oleh sahabat sendiri.
Satu detik kemudian, aku mulai berpikir betapa ini yang aku inginkan; menggenggam-mu.
Tapi, Satu detik kemudian, aku terus merasa bersalah pada sahabatku dan berpikir matang;
Bahwa aku harus menjauhi-mu dan mulai mempersatukan-mu dengan sahabatku lagi. 

Gadis,
Siang itu adalah pertemuan terakhir kita setelah aku bangun dari tidurku yang bermimpikan kamu.
Siang itu, aku putuskan untuk berterus terang bahwa aku tak bisa menjalin hubungan denganmu lebih dari sekedar teman.
Siang itu, aku mengatakan bahwa kamu lebih baik dengan sahabatku saja yang sudah lama terlebih dahulu mengenalmu daripada aku.
Siang itu, aku mengatakan bahwa aku sama sekali tidak disuruh ataupun didesak oleh pihak mana-pun.
Siang itu, saatnya aku jujur bahwa sebenarnya, betapa aku mencintaimu selayak halnya sahabatmu yang mencintaimu juga seperti kalian dekat dahulu.
Siang itu, betapa teririsnya hatiku ketika melihat wajah manismu menitikkan airmata didepanku untuk pertama kalinya.

" Aku memang dulu dekat dengan sahabatmu, bahkan sebelum kita kenal. Jujur aku memang juga mempunyai perasaan yang sama hebatnya seperti yang sahabatmu rasakan kala itu juga. Tapi lelah harus menunggu. Aku bahkan tidak melihat kalau dia mencintai-ku sehebat yang kamu dan orang lain katakan. Aku tidak percaya bahwa dia mencintaiku seperti itu, bahkan mengatakan dengan jujur bahwa dia mencintaiku saja dia tidak berani. Itu bukti bahwa dia tidak mencintaiku dengan besar seperti yang ia bilang padamu.. "

Siang itu, kau menangis begitu deras diserati kata-kata panjang yang terus kau lanturkan lewat hati kecilmu.

" Dan sekarang, setelah kamu hadir.. Setelah kamu membuatku lupa akan semuanya, setelah kamu mengubah semua hari-hari kusamku, kamu ingin meninggalkan aku? Rasanya ini tidak adil untukku. Kenapa selama tiga bulan ini dengan berani dan lancangnya kamu masuk kedalam duniaku? Lalu sekarang meminta pergi. Aku bukan robot. Aku juga pernah merasakan bagaimana diabaikan, diacuhkan. "

Siang itu, aku telah memperlakukan-mu dengan salah.
Siang itu, untuk terakhir kalinya kita bertemu.
Siang itu, aku telah tega mengakhiri kedekatan kita.
Siang itu.....
Pertemuan terakhir kita yang sama sekali tidak indah.  

Rabu, 16 Juli 2014

Aku Yang Tak Terlalu Penting.



Bagaimana keadanmu? Apakah disana kau temui orang yang sudah bisa kau panggil kekasih juga? Akankah sosok-ku ini mulai tergantikan dari detik ini? Terlalu banyak hal yang sangat aku takutkan ketika aku mendengarmu lebih memilih meneruskan kuliah di negeri orang. Terlalu banyak pikiran negative yang tak seharusnya aku bayangkan dari sini.
Tapi ternyata, terlalu kuat pula rasa cinta-ku ini yang selalu mengalir setiap detiknya padamu, sayang. Disertai rasa khawatir yang terus menerus menumpuk disetiap detiknya. Kini, kamu sudah tak bisa bermanja-manja manis lagi dipundak-ku, akan kah disana kau menemui laki-laki dengan pundak yang lebih nyaman untuk kamu bersandar? Kini, kamu sudah tak bisa lagi memintaku mengantar dan menjeputmu setiap kali kamu ingin berlatih musik. Apakah di negeri sakura itu telah kau temui seseorang yang menjemput dan mengantari-mu tanpa kamu pinta? Kini, tak kau dapati lagi kasih sayang dan perhatian tulus dariku. Tapi, aku masih ingin terus bertanya, akankah kamu akan mencari seseorang yang lebih perhatian padamu melebihi perhatianku?
Ah, terlalu banyak pertanyaan. Aku muak dengan jarak ini.

Sudah satu tahun dua bulan menjelang kepergianmu untuk meneruskan sekolah di Jepang, tak juga kau kabari aku sampai detik ini. Enam bulan terakhir, kamu bilang kalau aku tak usah perlu banyak kekhawatiran yang berlebihan. Bagaimana aku bisa? Mungkin mudah untukmu, tapi tidak untukku. Ini sulit. Satu tahun dua bulan kepergianmu, itu bukan waktu yang sebentar, sayang. Mengertilah.
Aku hanya butuh kabar baikmu agar aku bisa menjalani hari-hariku seperti biasanya dengan sangat amat tenang. Aku juga ingin menjalani rutinitas sepertimu disana, yang dengan mudah bepergian tanpa adanya beban.
Sampai belakangan ini, hanya kamu yang terus membajak otakku. Di setiap sel-selnya hanya ber-isi-kan KAMU. Aku rindu, aku ingin memeluk. Tapi aku bisa apa? Ah, jarak. Aku dikalahan oleh jarak yang tak sedekat dulu. Aku tak bisa berpikir jenih lagi, ketika jarak yang ku jadikan masalah untuk bertemu kamu. Tak tau harus diam atau berontak, tak tau harus mencari-mu lewat apa. Tak tau harus menggenggam tangan-mu dengan cara yang bagaimana. Tak tau harus membelai rambut-mu dengan alat bantu apa. Tak tau harus pergi menyusul-mu dengan dana yang seberapa banyaknya. Tak tau harus mempermudah cerita aku dan kamu menjadi seperti apa.
Aku kehabisan akal.

Sayang, kapan kau kembali? Rumahmu kan disini.
Sayang, kapan kau harus berhenti? Tujuanmu kan hanya aku.
Sayang, bagaimana sekarang? Kalau hanya kau yang aku ingin.
Aku selalu menunggu dengan setia dirumah, sayang.

Terlalu Dalam.

Cinta itu kamu. Sesuatu yang tak mudah ku-ucap, kecuali dengan tatap. - Deska Dewi Utomo



Sepertinya, pagi ini terlalu konyol. Atau mungkin karena semalam kita berbicara aneh melalui alat bantu Handphone. Sudah terlalu lama kita tak bertemu, ah jangankan bertemu, untuk menyapa melalui social media yang ada-pun rasanya enggan. Kamu terlalu sibuk dengan dunia-mu, dan akupun begitu.
Tapi, entah ada udara sehangat apa sehingga kamu menyapa-ku duluan tadi malam. Memang kelihatannya kita terlalu membahas suatu bahasan yang abstrak bentuknya, tapi perlu kamu ketahui, jantung-ku pun rasanya ikut-ikutan senang melihat handphone-ku yang berdering karena pesan singkat-mu.
Laki-laki yang menggilai futsal dan selalu mampir kerumah-ku ketika latihannya selesai. Laki-laki dengan mata sayu dan berkulit putih yang hobi memakai celana selutut disertai sepatu Vans dan kaos polos. Laki-laki yang hobi memanggil nama-ku dengan menggabungkan nama belakangnya. Laki-laki yang selalu bangun dipagi hari dan gembira mengejekku ketika aku kalah unggul bangun pagi ketimbang dia.
Ah, laki-laki yang meminta-ku untuk menyudahi kedekatan ini.

Rasanya sulit sekali aku lupa akan semua tingkah konyol-mu. Akan semua ke-bete-an mu ketika aku mengejekmu dengan sebutan idiot. Tapi kamu memang idiot, sayang. Setiap disekolah-pun kamu tak pernah sekali-pun terlihat serius. Hehe, aku rindu kala itu.

Aku juga ingat, ketika salah satu teman-mu begitu iri akan kedekatan kita. Padahal waktu itu kita belum jadi apa-apa, bahkan sampai sekarang kamu sudah memiliki pendamping baru, kita masih belum jadi apa-apa. Itu yang membuat-ku melamun disepanjang malam yang sunyi, yang hanya ada suara ranting bergesekan dengan angin yang sangat dingin. 
Sampai aku terhanyut terlalu dalam oleh lamunan-ku dan dikagetkan oleh dering ponsel-ku yang berisikan pesan singkat dari teman sekelas-mu. Dia cukup menyebalkan karena selalu menanyai soal bagaimana aku dan kamu. Dan yang lebih menyebalkan ketika dia mengirimkan satu buah photo kamu yang idiot. Super idiot.
Itu membuatku tertawa tiada habisnya, sampai airmata-ku sedikit menetes dan dikagetkan lagi oleh dering ponsel lainnya. Kamu marah kecil, karena kesal aku tertawa-kan.
"Dia ngomong apa? Dia ngirim photo aku yah?"
Itu yang kamu tanyakan tadi malam. Rasanya aku ingin kita terus terhanyut dalam pesan singkat malam hari itu. Aku ingin kamu kembali bawel seperti kamu yang aku kenal dulu, aku ingin kamu yang mudah berganti mood dan hanya aku yang bisa membuat mood jelekmu berubah lagi. Aku ingin semua itu kembali seperti dulu, saat pertama kali kita kenal di social media yang bernamakan Twitter. Aku ingin kamu terus menyapa-ku di pagi hari melalui twitter.
Bahkan, sepertinya aku rindu ketika kamu ngetweet no mention dan ternyata itu untukku. Ah, mengapa mencintai-mu begitu mudahnya? Hanya dalam kurung waktu dua bulan saja, kamu mampu menyebarkan virus di saraf-saraf-ku lalu kamu kendalikan tubuh dan pikiranku. 

Harusnya, perlu kamu ketahui, Diantara semua yang pernah hilir mudik dalam hatimu, aku yang paling membutuhkanmu.

Aku memang tak pernah menangis dan menjadikan kamu sebagai penyebabnya, itu karena dulu kamulah alasan-ku untuk aku berhenti menangis. Sekarang, kamu masih tetap menjadi alasan itu.
Sampai saat ini, Aku masih memandangmu dari sini. Dalam keadaan berjarak, dalam kesendirian. Bahkan dalam keramaian, tetap dalam kesendirian.

 Kupikir, ini sudah terlalu dalam. Aku bukannya tak bisa lupa dan tak bisa berpindah dari-mu. Hanya saja, aku belum mau ada yang bisa menggantikan kamu.

Untukmu, laki-laki idiot bermata-kan sayu, 
berkulit putih, berbadan jangkung dan cungkring, 
yang selalu memakai celana selutut, 
yang hobbi memanggil namaku, 
disertai gabungan nama belakangmu.
 

Deshious :) Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang