Bagaimana keadanmu? Apakah disana kau temui orang yang sudah bisa kau
panggil kekasih juga? Akankah sosok-ku ini mulai tergantikan dari detik ini?
Terlalu banyak hal yang sangat aku takutkan ketika aku mendengarmu lebih
memilih meneruskan kuliah di negeri orang. Terlalu banyak pikiran negative yang
tak seharusnya aku bayangkan dari sini.
Tapi ternyata, terlalu kuat pula rasa cinta-ku ini yang selalu mengalir
setiap detiknya padamu, sayang. Disertai rasa khawatir yang terus menerus
menumpuk disetiap detiknya. Kini, kamu sudah tak bisa bermanja-manja manis lagi
dipundak-ku, akan kah disana kau menemui laki-laki dengan pundak yang lebih
nyaman untuk kamu bersandar? Kini, kamu sudah tak bisa lagi memintaku mengantar
dan menjeputmu setiap kali kamu ingin berlatih musik. Apakah di negeri sakura
itu telah kau temui seseorang yang menjemput dan mengantari-mu tanpa kamu
pinta? Kini, tak kau dapati lagi kasih sayang dan perhatian tulus dariku. Tapi,
aku masih ingin terus bertanya, akankah kamu akan mencari seseorang yang lebih
perhatian padamu melebihi perhatianku?
Ah, terlalu banyak pertanyaan. Aku muak dengan jarak ini.
Sudah satu tahun dua bulan menjelang kepergianmu untuk meneruskan sekolah
di Jepang, tak juga kau kabari aku sampai detik ini. Enam bulan terakhir, kamu
bilang kalau aku tak usah perlu banyak kekhawatiran yang berlebihan. Bagaimana aku
bisa? Mungkin mudah untukmu, tapi tidak untukku. Ini sulit. Satu tahun dua
bulan kepergianmu, itu bukan waktu yang sebentar, sayang. Mengertilah.
Aku hanya butuh kabar baikmu agar aku bisa menjalani hari-hariku seperti
biasanya dengan sangat amat tenang. Aku juga ingin menjalani rutinitas
sepertimu disana, yang dengan mudah bepergian tanpa adanya beban.
Sampai belakangan ini, hanya kamu yang terus membajak otakku. Di setiap
sel-selnya hanya ber-isi-kan KAMU. Aku rindu, aku ingin memeluk. Tapi aku bisa
apa? Ah, jarak. Aku dikalahan oleh jarak yang tak sedekat dulu. Aku tak bisa
berpikir jenih lagi, ketika jarak yang ku jadikan masalah untuk bertemu kamu. Tak
tau harus diam atau berontak, tak tau harus mencari-mu lewat apa. Tak tau harus
menggenggam tangan-mu dengan cara yang bagaimana. Tak tau harus membelai
rambut-mu dengan alat bantu apa. Tak tau harus pergi menyusul-mu dengan dana
yang seberapa banyaknya. Tak tau harus mempermudah cerita aku dan kamu menjadi
seperti apa.
Aku kehabisan akal.
Sayang, kapan kau kembali? Rumahmu kan disini.
Sayang, kapan kau harus berhenti? Tujuanmu kan hanya aku.
Sayang, bagaimana sekarang? Kalau hanya kau yang aku ingin.
Aku selalu menunggu dengan setia dirumah, sayang.
0 comments:
Posting Komentar